Makalah Otonomi Daerah
BAB I
Latar
Belakang
Negara
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau.
Ribuan pulau ini dijadikan satu wilayah kekuasaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini
menyebabkan pemerintah
sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan
pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai
suatu
sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri
tetapi tetap
dibawah pengawasan dari pemerintah pusat.
Pada
masa sekarang ini yaitu masa reformasi, kita sangat mengharapkan sistem
pemerintahan yang bisa menerima secara langsung kainginan dari
masyarakat namun itu juga tetap berada di bawah pengawasan pemerintah
pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai terdapat munculnya
ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut ditandai dengan
banyaknya
daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak merata juga
merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan
yang
memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan
daerah
sekaligus menjadi pendapatan nasional.
Sebab seperti yang kita ketahui bersama
bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat
dari pada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem
pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah (OTDA)
untuk mengelola potensi-potensi dan sekaligus mengembangkanya.
Pada kenyataannya, otonomi daerah
itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja terhadap pemerintah daerah.
Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi
keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai
dengan tujuan nasional atau tidak, maka dari itu pemerataan pembangunan di
seluruh wilayah Republik Indonesia di dalam pembangunan itu yang bukan hanya
kepada tata pengelolaan pembangunan kota yang strategis, tapi dari aspek yang
lain yang sama mesti di bangun seperti pengembangan kualitas sumberdaya
manusia, pembengunan didalam bidang pendidikan yang mengacu kepada UUD 1945 yang memang harus benar-benar merata agar tersusun
tatanan pola pembangunan yang merata dan terstruktur bagi tatanan daerah.
Pokok Permasalahan
Masalah ialah harus dipecahkan secara baik-baik dan
benar sesuai prosedur, dan masalah yang akan disusunpun harus benar-benar
dirumuskan dan dipikirkan secara matang-matang. Berdasarkan latar belakang
masalah diatas kita dapat merumuskan hal/poko permasalahan dalam susunan
makalah ini. Ialah sebagai berikut yang akan menjadi uraian dan sekaliugs
menjadi bahasan pada bab selanjutnya.
1. Mengapa
Otonomi Daerah Perlu Dipelajari ?
2. Apa arti
dari otonomi daerah dan desenterelisasi ?
3. Siapa yang mengungkapkan bentuk
desentralisasi?
4. Apakah ada kemungkinan implikasi
terhadap keuangan daerah dari otonomi daerah ?
5. Seperti apakah implikasi
terhadap dinamika politik lokal/Daerah ?
6. Apa saja ruang lingkup dari visi
otonomi daerah ?
BAB II
1.
Mengapa Otonomi Daerah Perlu
Dipelajari ?
Mengenai otonomi Daerah yang memang sangat
perlu dipelajari dan dikaji bagi setiap kalangan orang terpendidik dan kaum
intelektualitas sebagai harapan bangsa pada padamasa selanjutnya, kita selaku
mahasiswa memang harus ada keharusan dan juga mempunyai tangung jawab yang
sekaligus bisa dikatakan sebagai beban atau tugas yang bisa dikatakan poko
terhadap semua ini ialah untuk mempelajari dan mengkaji sekaligus memahami
mengenai otonomi daerah untuk kita aktualisasikan kelak kalau kita di posisikan
sebagai pelaku kepemerintahan di daerah khususnya, alesanya sangat kelasik
sekali mengapa ? karena seperti sekarang kita ketahui bersama bahwa sistem
otomomi daerah sendiri telah dibakukan dan memang telah berjalan begitu lama
terhadap sistem di kepemerintah daerah sendiri khususnya. Yang mana itu semua
hampir telah di undang-undangkan, nah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
otonomi daerah, dan seperti apa sistem didalam otonomi daerah itu sendiri. Umpamanya
kalau misalkan kita belum paham dan belum mengerti tentang seperti apa otonomi
daerah itu maka bisa pastikan kita tidak akan bisa menjalankan suatu sistem
otonomi daerah itu sesuai dengan prosedur atau sistem seperti yang telah
tercantum di dalam UU. Dan ini bisa dikatakan juga sebagai bahan pembelajaran yang
berkelanjutan untuk pemahaman kita selaku Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
2. Arti Otonomi Daerah
Berbagai
definisi tentang desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan
oleh pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan
pengertian yang mendasar tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi
desentralisasi. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri.
Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Jadi,
otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah
mampu mencapai kondisi tersebut maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk
melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari luar.
Desentralisasi didefinisikan dalam United Nations (PBB) yang menjelaskan proses kewenangan yang diserahkan dari pusat kepada daerah. Proses itu melalui dua cara yaitu dengan delegasi kepada pejabat-pejabat di daerah (deconcentration) atau bisa juga dengan devolution kepada badan-badan otonomi daerah. Walau memang ada kesamaan dari makna desentralisasi dengan otonomi, sesuai hasil penjelasan kemarin hasil diskusi seminar nasional yang diselenggarakan di gedung rektorat Universitas Siliwangi bahwa ada penjelasan mengenai hak ini yang sangat berhubungan antara satu sama lain ialah desenteralisasi sangat identik dengan otonomi karena kedua istilah tersebut mempunyai makna yang sama yaitu kewenangan daerah untuk menggurus urusan-urusan pemerintahan daerah atau mengurus rumah tangganaya sendiri sedangkan dalam penerapanya otonomi lebih cenderung pada politik sedangkan desenteralisasi mengacu pada administrasi.
Desentralisasi didefinisikan dalam United Nations (PBB) yang menjelaskan proses kewenangan yang diserahkan dari pusat kepada daerah. Proses itu melalui dua cara yaitu dengan delegasi kepada pejabat-pejabat di daerah (deconcentration) atau bisa juga dengan devolution kepada badan-badan otonomi daerah. Walau memang ada kesamaan dari makna desentralisasi dengan otonomi, sesuai hasil penjelasan kemarin hasil diskusi seminar nasional yang diselenggarakan di gedung rektorat Universitas Siliwangi bahwa ada penjelasan mengenai hak ini yang sangat berhubungan antara satu sama lain ialah desenteralisasi sangat identik dengan otonomi karena kedua istilah tersebut mempunyai makna yang sama yaitu kewenangan daerah untuk menggurus urusan-urusan pemerintahan daerah atau mengurus rumah tangganaya sendiri sedangkan dalam penerapanya otonomi lebih cenderung pada politik sedangkan desenteralisasi mengacu pada administrasi.
3. Model
Desentralisasi
Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu :
(1)
deconcentration,
(2)
delegation to semi-autonomous and parastatal agencies,
(3)
devolution to local goverments, and
(4)
nongoverment institutions
1) Dekonsentrasi
Desentralisasi
dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), menurut Rondinelli pada
hakikatnya hanya merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab
administratif antara departemen pusat dengan pejabat pusat dilapangan tanpa
adanya penyerahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasan untuk
membuat keputusan.
Rondinelli selanjutnya membedakan
dua tipe dekonsentrasi yaitu :
a) Field
administration (administrasi lapangan)
Pejabat
lapangan diberi keleluasaan untuk mengambil keputusan seperti merencanakan,
membuat keputusan-keputusan rutin dan menyesuikan pelaksanaan kebijaksanaan
pusat dengan kondisi setempat.
b) Local
administrasion (administrasi lokal)
Terdiri dari
dua tipe yaitu integrated local administration (administrasi lokal yang terpadu)
dan unintegrated local administration (administrasi lokal yang tidak
padu).Dalam tipe integrated local administration, tenaga-tenaga dari departemen
pusat yang ditempatkan didaerah berada langsung di bawah perintah dan supervisi
kepala daerah yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.
Walaupun tenaga-tenaga tersebut diangkat, digaji, dipromosikan dan dimutasikan
oleh pemerintah pusat, mereka tetap berkedudukan sebagai staf teknis dari
kepala daerah dan bertanggung jawab kepadanya. Sedangkan tipe unintegrated
local administration ialah tenaga-tenaga pemerintah pusat yang berada didaerah
dan kepala daerah masing-masing berdiri sendiri.
Menurut
Rondinelli, dekonsentrasi dapat ditempuh melalui dua cara
yaitu, pertama; transfer kewajiban dan bantuan keuangan dari pemerintah pusat
kepada provinsi, distrik dan unit administratif lokal. Kedua; melalui
koordinasi unit-unit pada level sub-nasional atau pemerintah pusat dan daerah
serta unit-unit tersebut.
Mengutip pendapat Smith, Turner dan Hulme bahwa pilihan dekonsentratis didasarkan ukuran-ukuran manajerial dan bukan politik, meskipun kenyataannya memiliki nuansa politik tinggi. Hal ini didasarkan atas dua alasan; pertama, kepentingan politik mereka yang mengendalikan kekuasaan negara seringkali kewenangan kepada pejabat administrasi dari pada kepentingan pemerintah daerah. Kedua, pejabat administrasi pada umumnya melakukan kewajiban politik untuk pemerintah pusat yang memelihara stabilitas politik, menghalangi kelompok-kelompok politik oposisi, menjamin bahwa keputusan daerah berwenang tidak bertentangan dengan kebijakan pusat dan memonitor langsung politik para staf dan lain-lain.
Mengutip pendapat Smith, Turner dan Hulme bahwa pilihan dekonsentratis didasarkan ukuran-ukuran manajerial dan bukan politik, meskipun kenyataannya memiliki nuansa politik tinggi. Hal ini didasarkan atas dua alasan; pertama, kepentingan politik mereka yang mengendalikan kekuasaan negara seringkali kewenangan kepada pejabat administrasi dari pada kepentingan pemerintah daerah. Kedua, pejabat administrasi pada umumnya melakukan kewajiban politik untuk pemerintah pusat yang memelihara stabilitas politik, menghalangi kelompok-kelompok politik oposisi, menjamin bahwa keputusan daerah berwenang tidak bertentangan dengan kebijakan pusat dan memonitor langsung politik para staf dan lain-lain.
2) Delegasi
Delegasi sebagai
bentuk kedua yang disebutkan oleh Rondinelli adalah pelimpahan keputusan dan
kewenangan untuk melakukan tugas-tugas khusus suatu organisasi yang tidak
secara langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat. Delegasi menurut
Litvack merujuk kepada sebuah situasi dimana pemerintah pusat mentrasfer
tanggung jawab (responsibility) pengambilan keputusan dan fungsi administrasi
publik kepada pemerintah daerah atau kepada organisasi semi otonomi yang
sepenuhnya tidak dikendalikan oleh pemerintah pusat akan tetapi pada akhirnya
tetap bertanggung jawab (accountable) kepadanya. Bentuk desentralisasi semacam
ini dapat dirincikan sebagai hubungan daerah prinsipelagen dimana pemerintah
pusat sebagai prinsipal dan pemerintah daerah sebagai kebebasan pemerintah
daerah yang memperoleh insentif dari pemerintah pusat dan cenderung dituntut
untuk lebih memenuhi keinginan pemerintah pusat agar tidak sampai mengorbankan
kepentingan daerah dalam mengelola kewenangan dan tanggung jawabnya.
3) Devolusi
Konsekuensi
dari devolusi adalah pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar
pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu
untuk dilaksanakan secara mandiri. Bentuk devolusi mempunyai lima
karakteristik, diantaranya :
a) Unit pemerintahan lokal bersifat otonomi, mandiri dan secara tegas terpisah dari tingkat-tingkat pemerintahan. Pemerintahan pusat tidak melakukan pengawasan langsung terhadapnya.
b) Unit pemerintahan lokal diakui mempunayi batas-batas wilayah yang jelas dan legal, yang mempunyai wewenang untuk melakukan tugas-tugas umum pemerintahan
c) Unit pemerintahan daerah
berstatus sebagi badan hukum dan berwenang untuk mengelola dan memanfaatkan
sumber-dumber daya untuk mendukung pelaksanaan tugasnya.
d) Unit pemerintahan daerah diakui
oleh warganya sebagai suatu lembaga yang akan memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan memenuhi kebutuhan meraka.
e) Terdapat hubungan yang saling
menguntungkan melalui koordinator antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
serta unit-unit organisasi lainnya dalam suatu sistem pemerintahan.
Salah satu contoh devolusi paling
ekstensif adalah Sudan dimana komisi propinsi dan DPRD propinsi mempunyai
kewajiban hampir seluruh fungsi-fungsi publik kecuali keamanan nasional, pos
komunikasi, urusan luar negeri , perbankan dan peradilan.
Menurut Mawhood sebagaiman dikutip oleh Turner dan Hulme ada lima ciri yang melekat pada devolusi yaitu :
Menurut Mawhood sebagaiman dikutip oleh Turner dan Hulme ada lima ciri yang melekat pada devolusi yaitu :
a)
Adanya sebuah badan lokal yang secara kenstitusional
terpisah dari pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada pelayanan lokal yang
signifikan.
b)
Pemerintahan daerah harus memiliki kekayaan sendiri,
anggaran dan rekening seiring dengan otoritas untuk meningkatkan pendapatannya
c)
Harus mengembangkan kompetensi staf
d)
Anggota dewan yang terpilih yang beroperasi pada garis
partai, harus menentukan kebijakan dan prosedur internal. Yang tidak memiliki
peranan apapun didalam otoritas lokal.
e)
Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagaian
penasihat dan evaluator luar (expternal advisors dan evaluators) yang tidak
memiliki peran apapun didalam otoritas lokal.
4) Privatisasi
Bentuk
terakhir dari desentralisasi menurut Rondinelli adalah orivatisasi. Privatisasi
adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan
sukarela, swasta dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula merupakan peleburan
badan Pemerintah menjadi badan usaha swasta. Misalnya, BUMN & BUMD dilebur
menjadi PT.
Rondinelli menjelaskan melalui
privatisasi pemerintahan menyerahkan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu
kepada organisasi nirlaba atau mengizinkan mereka membentuk perusahaan swasta.
Dalam beberapa kasus, pemerintah menstransfer tanggung jawab tersebut kepada
organisasi paralel seperti nasional, asosiasi dagang dan industri,
kelompok-kelompok profesional, organisasi keagamaan, partai politik dan
koperasi.
Dari penjelasan diatas, kita dapat
melihat bahwa konsep desentralisasi didekati dalam jangkauan aktivitas dan ide
yang luas. Oleh karena itu bagi Maddick sebagaimana dikutip oleh Turner yang
penting adalah adanya evolusi sistem pemerintahan.
Pembagian Kekuasaan Antara Pusat dan Daerah Dalam UU No. 22 Tahun 1999
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, badan usaha milik negara dan pengembangan sumber daya manusia.
Pembagian Kekuasaan Antara Pusat dan Daerah Dalam UU No. 22 Tahun 1999
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, badan usaha milik negara dan pengembangan sumber daya manusia.
Kewenangan propinsi sebagai daerah
administrasi mencakup :
1)
Kewenangan bersifat lintas kabupaten dan kota
2)
Kewenangan pemerintahan lainnya, seperti perencanaan
dan pengendalian pembangunan regional secara makro.
3)
Kewenangan kelautan
4) Kewenangan yang tidak atau belum dapat
ditangani daerah kabupaten dan kota.
v Pendapat Para Pakar/Para Ahli Mengenai Desentralisasi
1) M. Turner dan
D. Hulne (dalam Teguh Yuwono, edisi., 2001,hal.27)
Berpandangan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah
transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik
dari seseorang atau agen pemerintah pusat kepada beberapa individu atau agen
lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Landasan yang mendasari
transfer ialah teritorial dan fungsional. Teritorial adalah menempatkan
kewenangan kepada level pemerintahan yang lebih rendah dalam wilayah hirarkis
yang secara geografis lebih dekat pada penyedia layanan dan yang dilayani.
Fungsional adalah transfer kewenangan kepada agen yang fungsional
terspesialisasi. Transfer kewenangan secara fungsional ini memiliki tiga tipe:
pertama, apabila pendelegasian kewenangan itu didalam struktur politik formal
misalnya; dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kedua, jika transfer
itu sebuah kementrian kepada kantor kementrian yang ada didaerah. Ketiga, jika
tansfer tersebut dari institusi negara kepada agen non negara,; misalnya
penjualan aset pelayanan publik seperti telepon atau penerbangan kepada sebuah
perusahaan.
2)
Rondinelli (Teguh Yuwono, edisi.,2001,hal.28).
Mendefinisikan
desentralisasi
sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi
sumber-sumber dari pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level pemerintah,
otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional
dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi
nirlaba
3) Shahid Javid Burki dkk (dalam ebidem)
Menggunakan istilah desentralisasi untuk menunjukkan
adanya proses perpindahan kekuasaan politik fiskal dan administratif kepada unit pemerintah sub nasional. Oleh
karena itu yang terpenting adalah adanya pemerintah daerah yang terpilih
melalui pemilihan lokal (elected sub-national goverment). Dan jika tidak, maka
negara tersebut tidak dianggap sudah terdesentralisasikan. Ia menekankan pada
pentingnya pemerintah daerah yang terpilih itu karena dua alasan. Pertama,
alasan yang mungkin paling ambisius dan paling beresiko bahwa reformasi ketiga
struktur (desentralisasi, dekonsentrasi, dan privatisasi) tersebut berlangsung
di daerah. Kedua, implikasi behavioral yang unik dari desentralisasi.
Jadi, desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Jadi, desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
4) desentralisai dapat menghantarkan kepada administrasi pemerintahan
yang mudah disesuaikan, inovatif, dan kreatif. Pemerintah Daerah dapat memiliki
peluang untuk menguji inofasi, serta berexperiment dengan kebijakansanaan yang baru didaerah tertentu tanpa harus menjastipikasinya
kepada seluruh wilayah negara. Kalau mereka berhasil maka dapat dicontoh oleh
daerah yang lainya.
5) desenteralisasi perencanaan
dan fungsi manajemen dapat memungkinkan peminpin di daearah menetapkan
pelayanan dan fasilitas secara efektip ditengah-tengah masyarakat,
menintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, memonitor dan melakukan evaluasi
implementasi proyek pembangunan dengan lebih baik daripada yang dilakukan oleh
pejabat di pusat.
6) desentralisai dapat
memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional yang memberikan peluang
kapada berbagai kelompok masyarakat didaerah untuk berpartisipasi secara
langsung dalam pembuatan kebijaksanaan, sehingga dengan demikian akan
meningkatkan kepentinggan mereka didalam memelihara sistem politik.
7) desenteralisasi dapat
meningkatkan penyediaan barang dan jasa ditingkat lokal dengan biayaya yang
lebih rendah, karena hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah Pusat karena
sudah diserahkan kepada Daerah.
4. Apakah
Ada Kemungkinan Implikasi Terhadap Keuangan Daerah dari Otonomi Daerah ?
Persoalaan klasik yang selalu muncul
ketika membicarakan masalah pemerintah Daerah adalah yang berkaitan dengan
masalah keuangan. Sangat masuk akal persoalan ini selalu muncul karena uang
jelas sangat mutlak diperlukan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan,
baik dalam memberikan pelayanaan kepada masyarakat ataupun guna memberikan
perlindungan. Dana yang sangat besar diperlukan untuk membayar belanja pegawai,
dan juga segala bentuk pembiayaan lainya yang biasanya diwujudkan dalam bentuk
proyek.
Dengan adanya 2 UUD yang mengatur
pemerintahan Daerah yang baru, apakah persoalaan tersebut akan dapat
diselesaikan ? tentu saja tidak, apalagi masih diperlukan sejumlah peraturan
lebih lanjut guna menginterpretasikan kedua UU tersebut. Baik UU.No.22/1999
ataupun UU No.25/1999, keuangan Daerah dinyatakan bersumber dari :
a.
Pendapatan asli Daerah yaitu:
v Hasil pajak
Daerah.
v Hasil
retribusi daerah.
v Hasil
perusahaan Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
v Lain-lain
pendapatan asli daerah yang syah.
a. Dana
perimbangan;
b. Pinjaman
Daerah;
c. Lain-lain
pendapatan Daerah yang syah.
Sementara
itu yang dimaksud dengan “dana perimbangan” adalah “ a. Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bagunan, dan penrimaan SDA; b. Dana alokasi umum; dan c.
Dana alokasi khusus. “bagian dari perolehan daerah secara terperinci
dinyatakan pembagiannya sebagai berikut agar terlihat lebih jelas kita mencoba
dengan penjelasan lewat tabel berikut ini.
Jenis
Penerimaan
|
Pusat
|
Daerah
|
Penerimaan dari PBB
|
10%
|
90%
|
Bea perolehan Hak T&B
|
20%
|
80%
|
Pertambangan Umum & Perik
|
20%
|
80%
|
Minyak Bumi
|
85%
|
15%
|
Gas Alam
|
70%
|
30%
|
Data ini
kita mengacu dari :UU PKPD No. 22/1999 Pasal 6
“Pengaturan masalah keuangan Daerah, menrut hemat kita
sesuai hasil keputusan bersama setelah mengkaji dari semua data ialah masih
bersifat “setengah hati” karena titik beratnya masih tetap pada pembagian
proporsi, bukan terletak kepada pemberian kewenangan yang luas sebagaimana
dinyatakan juga dalam UU No. 22 Tahun 1999. Kita lebih percaya pada mekanisme
yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam bidang keuangan,
karena dengan kewenangan tersebut uang akan dapat dicari semaksimal mungkin,
tentu saja dengan memperhatikan potensi daerah serta kemampuan aparat
pemerintah daerah untuk mengambil inisiatif guna menemukan sumber-sumber
keuangan yang baru. Dengan demikian yang menjadi landasan falsafahnya adalah
“dengan kewenangan, uang akan dicari” atau dalam bahasa asingnya ialah “Money Follows Funcition.” Bukan
sebaliknya sebagaimana yang sudah diperlihatkan selama puluhan tahun di
Indonesia.
5. Seperti
apakah implikasi terhadap dinamika politik lokal ?
Pada
masa-masa yang akan datang kita justru harus dapat bersigap tegas dan jeli
untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan
akan tumbuhnya dinamika politik lokal yang sangat tinggi. Hal itu sangat
sejalan sekali dengan dengan berkembangnya proses demokratisasi hampir di semua
tingkatan masyarakat, termasuk ditinggkatan lokal. Pejabat pemerintah itu tidak
lagi merupakan individu yang “untouchable
“namun mereka akan sangat terbuka untuk dijadikan sasaran keritik dari
berbagai pihak didaerah. Oleh karena itu, kemungkinan peningkatan akuntabilitas
pejabat di daerah akan sangat tinggi, karena akan terjadi proses skrutinisasi
terhadap pemegang jabatan, baik yang menyangkut perilakunya sehari-hari ataupun
yang berkaitan dengan pemilihan kebijaksanananya.
Hal itu
menjadi bertambah kuat lagi sejalan dengan meningkatnya kebebasan, baik
kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat ataupun kebebasan Pers. Hal yang
terakir ini jelas merupakan hal gejala yang sangat menarik karena. Selama masa
transisi Pers Indonesia telah memperlihatkan peranannya yang memang cukup luar
biasa besarnya dalam menyoroti berbagai perilaku pejabat pemerintahan, termasuk
pejabat didaerahpun sama demikian.
6. Arti Penting Otonomi Daerah Desentralisasi
Ada beberapa alasan mengapa
kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia saat ini dirasakan sangat
mendesak :
1)
Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat
terpusat di Jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain di
lalaikan.
2)
Pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata
3)
Kesenjangan sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara
satu daerah dengan daerah lain sangat terasa. Pembangunan fisik di satu daerah
berkembang pesat sekali, sedangkan pembangunan di banyak daerah masih lamban
dan bahkan terbengkalai. Sementara lain ada alesan lain yang didasarkan pada
kondisi ideal, sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan
pemerintah daerah (desentralisasi) sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie
sebagai berikut : (Jose Riwu Kaho, 2001,h.8):
1. Dari
sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan
desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat
ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak
demokrasi.
3. Dari
sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah
(desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat,
pengurusannya diserahkan pada daerah.
4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu
diadakan supaya adanya perhatian sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan
sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak
kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi,
desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan
secara langsung dapat membantu pembangunan tersebut.
Berbagai argument dan penjelasan mengenai fungsi desentralisasi, otonomi yaitu :
1.
Untuk terciptanya efisiensi-efektivas penyelenggaraan
pemerintahan. Pemerintahan berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan
seperti bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik,
integrasi sosial, pertahanan, keamanan dalam negeri, dll. Selain itu juga
mempunyai fungsi distributif akan hal yang telah diungkapkan, fungsi regulatif
baik yang menyangkut penyediaan barang dan jasa, dan fungsi ekstraktif yaitu
memobilisasi sumber daya keuangan dalam rangka sarana membiayai aktifitas
penyelenggaraan negara.
2. Sebagai sarana pendidikan politik. Banyak kalangan ilmuan politik
berargumentasi bahwa pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan (training
ground) dan pengembangan demokrasi dalam sebuah negara. Alexis de’ Tocqueville
mencatat bahwa “town meetings are to leberty what primary schools are to
science; the bring it within the people reach, they teach men how to use and
how to enjoy it. John Stuart Mill dalam tulisannya “Represcentative Goverment”
menyatakan bahwa pemerintahan daerah akan menyediakan kesempatan bagi warga
masyarakat untuk berpartisipasi politik, baik dalam rangka memilih atau
kemungkinan untuk dipilih dalam suatu jabatan politik.
3.
Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan. Banyak kalangan ilmuan politik sepakat bahwa
pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karir lanjutan,
terutama karir di bidang politik dan pemerintahan ditingkat nasional.
4.
Stabilitas politik, Sharpe berargumentasi bahwa stabilitas politik nasional
mestinya berawal dari stabilitas politik pada tingkat lokal. Hal ini dilihat
dari terjadinya pergolakan daerah pada tahun 1957 – 1958 dengan puncaknya
adalah kehadiran dari PRRI dan PERMESTA, karena daerah melihat kenyataan
kekuasaan pemerintah Jakarta yang sangat dominan.
5.
Kesetaraan politik (political equality). Dengan dibentuknya pemerintahan daerah
maka kesetaraan politik diantara berbatgai komponen masyarakat akan terwujud.
6.
Akuntabilitas publik. Demokrasi memberikan ruang dan peluang kepada masyarakt,
termasuk didaerah, untuk berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan
penyelenggaraan negara.
3. Apa saja
ruang lingkup dari visi Otonomi Daerah ?
1) Politik
Karena
otonomi adalah buah dari kebijakan desentalisasi dan demokrasi, maka ia harus
dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintah yang respontif terhadap kepentingan masyarakat luas
dan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung
jawaban publik. Demokratisasi pemerintah juga berarti transparansi
kebijakan.artinya untuk setiap kebijakan yang diambil, harus jelas siapa yang
memprakarsainya dari kebijakan itu. Apa tujuanya, berapa ongkos yang harus
dipikul, siapa yang diuntungkan, apa resiko yang harus ditanggung, dan siapa
yang harus bertangung jawab ketika kebijakan itu gagal ? otonomi daerah juga
berkesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah, membangun sistem dan pola karir politik administrasi yang kompetitif, serta
mengembangkan manajemen pemerintah yang efektif.
2) Ekonomi
Otonomi
daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan. Ekonomi
didaerah, dan dipihak lain terbukanya peluang bagi pemerintahan daerah
mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi didaerahnya.
Dalam
konteks ini, otonomi daerah akan memnungkinkan lahirnya berbagai prakarsa
pemerintah daerah untuk menawarkan pasilitas investasimemudahkan proses
perijinan, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran
ekonomi didaerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke
tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
3) Sosial dan budaya
Otonomi
daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni
sosial, dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang
kondusif dalam menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika
kehidupan disekitarnya.
Berdasarkan
visi ini, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian melandasi lahirnya UU
No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, merangkum hal-hal berikut ini:
a)
Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan
dalam hubungan domestik kepada daerah.
b)
Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat lokal
dalam pemilihan dan penetapan kepala Daerah
c)
Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan
kultur demokrasi demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang
berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula.
d)
Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan
eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih
sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan, setara
dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah serta lebih
responsif terhadap kebutuhan daerah.
e)
Peningkatan efisien administrasi keuangan darah serta
pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah,
pembagian revenue (pendapatan) dari sumber penerimaan yang berkait dengan
kekayaan alam, pajak dan retribusi serta tata cara dan syarat untuk pinjaman
dan obligasi daerah.
f)
Perwujudan desentralisasi fiskal dari pemerintahan
pusat yang bersifat alokasi subsidi berbentuk block gran, peraturan pembagian
sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk
menetapkan prioritas pembangunan serta optimalisasi upaya pemberdayaan
masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.
Kewenangan pemerintah kabupaten dan
kota sebagai daerah otonomi :
1. Pertahanan,
2. Pertanian,
3. Pendidikan dan kebudayaan,
4. Tenaga kerja,
5. Kesehatan,
6. Lingkungan hidup,
7. Pekerjaan umum,
8. Perhubungan,
9. Perdagangan dan industri,
10. Penanaman modal, dan
11. Koperasi.
1. Pertahanan,
2. Pertanian,
3. Pendidikan dan kebudayaan,
4. Tenaga kerja,
5. Kesehatan,
6. Lingkungan hidup,
7. Pekerjaan umum,
8. Perhubungan,
9. Perdagangan dan industri,
10. Penanaman modal, dan
11. Koperasi.
Penyerahan kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonomi kabupaten dan daerah otonomi kota dilandasi oleh sejumlah pemikiran :
1. Makin dekat produsen dan distributor pelayanan
publik dengan warga masyarakat yang dilayani, semakin tepat sasaran, merata,
berkualitas dan terjangkau pelayanan publik tersebut.
2. Penyerahan 11 jenis kewenangan itu kepada daerah
otonom kabupaten dan daerah otonom kota akan membuka peluang dan kesempatan
bagi aktor-aktor politik lokal dan sumber daya manusia yang berkualitas
didaerah untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas dan melakukan inovasi.
3. Karena distribusi sumber daya manusia yang
berkualitas tidak merata.
4. Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah
nasional yang tidak saja hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat semata.
5. Otonomi Daerah dan Demokratisasi
Eksistensi kebijakan otonomi daerah kiranya sangat
penting dipahami sebagai bagian dari agenda demikratisasi kehidupan bangsa.
Dengan kata lain, keberadaan kebijakan otonomi daerah tidak boleh dipandang
sebagai a final destination melainkan lebih sebagai mekanisme dalam menciptakan
demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Mawhood merumuskan tujuan utama
dari kebijakan otonomi daerah sebagai uapaya untuk mewujudkan political
equality, local accountability dan local responsiveness. Prasyarat yang harus
untuk mencapai tujuan tersebut adalah pemerintahan daerah harus memiliki
teritorial kekuasaan yang jelas (legal teritorial of power); memiliki
pendapatan daerah sendiri (local own income); memiliki badan perwakilan (local representative
body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah, dan adanya kepala daerah yang
dipilih sendiri oleh masyarakat daerah melalui pemilu (local leader executive
by election).
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi pernah diungkapkan oleh Muhammad Hatta, proklamator RI dalam suatu kesempatan. Memberikan otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya auto-aktiviet tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaikai nasibnya sendiri.
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi pernah diungkapkan oleh Muhammad Hatta, proklamator RI dalam suatu kesempatan. Memberikan otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya auto-aktiviet tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaikai nasibnya sendiri.
Konsekuensi otonomi daerah dengan demokratisasi :
1)
Otonomi daerah
harus dipandang keutuhan sebagai instrumen desentralisasi dalam rangka
mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa.
2) Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi pemerintahan daerah (pemda), juga bukan otonomi bagi “daerah”.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi
daerah merupakan kemandirian suatu daerah dalam kagitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Desentralisasi
merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Sekian apa yang kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat.
Baca juga makalah kami tentang Perang Dunia II
Daftar
Fustaka
, 1990, presfektif Otonomi Daerah (Jakarta,
Rinekacipta) Sulvian, John, 1992, Local
Government and Commnunity in Java: An Urban Case Study (Oxford, Oxford
University Press)
, Riwukaho,
Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di
Negara Republik Indonesia (Jakarta, Rineka Cipta)
,
Davey,
Kent J, 1989, Pembiayayaan Pemerintah
Daerah (Jakarta, UI Press)
,
Devsas,
Nick, 1989, Keuangan Daerah di Indonesia
(Jakarta, UI Press)
,
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar