Senin, 10 Maret 2014

MAKALAH PENGAJARAN PAI “METODE DAN PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM”

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini, serta shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah saw, penuntun jalan kebenaran teladan bagi umat dan rahmat bagi umat manusia di seluruh alam.
Makalah ini saya buat sebagai tugas yang diberikan dosen pembimbing, selain itu terdorong juga atas keinginan penulis pribadi. Harapan saya semoga makalah ini memberikan manfaat bagi para pembaca supaya dapat mempelajari dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh lebih dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat saya harapkan.
Panyabungan,            Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................        i
Kata pengantar........................................................................................        ii
Daftar isi..................................................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................        1
  1. Latar Belakang............................................................................        1
  2. Tujuan makalah...........................................................................        1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................        2
  1. Pengertian Pendidikan Islam ......................................................        2
  2. Metode dalam pendidikan Islam ................................................        4
  3. Pendekatan dalam Pendidikan Islam .........................................        7
BAB III PENUTUP...............................................................................        10
  1. Kesimpulan .................................................................................        10
  2. Saran............................................................................................        10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Metode Pembelajaran merupakan cara atau tekhnik pengkajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guna saat pengkajian bahan pelajaran, baik secara individual maupun kelompok. Pendekatan dalam pendidikan Islam merupakan suatu proses, perbuatan dan cara me ndekati peserta didik dan mempermudah pelaksanaan pendidikan Islam itu sendiri. Dalam proses pembelajaran yang berlangsung pasti akan didukung oleh metode dan pendekatan pembelajaran, karena dalam pembelajaran, apabila sudah menggunakan kedua sistem diatas maka komponen-komponen pendidikan akan berjalan dengan baik, khususnya pendidikan Islam baik secara efektif dan efisien.
Dalam pembelajaran metode dan pendekatan tidak bisa dipisahkan karena kedua unsur ini merupakan alat dan cara yang digunakan untuk menunjang kelancaran pendidikan.
Dilihat dari permasalahan diatas, maka penulis membuat makalah ini dengan judul “Metode dan Pendekatan dalam Pendidikan Islam ”
B.     TUJUAN
Dengan adanya permasalahan diatas maka penulis mengangkat judul ini dengan tujuan agar para pembaca dapat memahami bagaimana metode dan pendekatan yang ada dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Islam
Kata pendidikan telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai fakar, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia masing-masing. Tetapi, pada dasarnya semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam suatu kesimpulan awal, bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih baik.
Pendidikan lebih dari pada sekedar pengajaran. Kalau pengajaran dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, namun pendidikan merupakan transpormasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian, pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan “Tukang-tukang” atau para spesialis yang lebih bersifat tekhnis. Perbedaan pendidikan dengan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadappembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik disamping transfer ilmu dan keahlian.[1]
Mengambil makna dari pandangan tersebut artinya pendidikan secara umum memuat sebuah usaha dan cara-cara yang dipersiapkan oleh pelaku pendidikan (Guru Pendidik) dengan persiapan yang matang dan penekanan-penekanan menuju ke arah proses transformasi nilai dan pembentukan kepribadian yang sesungguhnya tidak mudah dilaksanakan. Jika kemudian dihubungkan dengan Islam-sebagai sistem keagamaan-kata pendidikan menimbulkan pengertian-pengertian baru dengan penekanan dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang yang digunakan oleh para ahli.
Pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah usaha dan cara kerja, paling sedikit memiliki tiga karakter, Seperti yang ditulis Ayzumardi[2] yaitu Pertama, bahwa pendidikan Islam memiliki karakter penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan,penguasaan dan penguasaan atas dasar ibadah kepada Allah SWT; kedua, pendidikan Islam merupakan sebuah pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadia; ketiga, pendidikan Islam merupakan sebuah pengalaman ilmu atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa.
Sementara Zakiyah Daradjat[3] mendefinisikan, bahwa pendidikan Islam merupakan usaha dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim. Sejalan dengan pandangan Darajat, Ahmad D. Marimba[4] memberikan titik fokus usaha pendidikan islam, yaitu terletak pada bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam. Dari sini jelas bahwa sanya pendidikan Islam sebagai sebuah usaha manusia biasa yang menempati posisi mulia sebagai tugas kemanusiaan dan kehambaan, karena terjalin dalam rangka hubungan antara manusia sekaligus bernilai ibadah kepada tuhan. Umat Islam sendiri mengakui, sesungguhnya kegiatan pendidikan merupakan sebuah sarana melaksanakan kegiatan menurut ilmu (uthlub al-ilm). Untuk itulah ajaran islam dijadikan sumber filosofi teratas, sebagaimana dikutip dari al-syaibani :
“siapa saja yang meneliti agama Islam dengan berbagai sumber Islam dan sunah, qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar yang dibuat oleh ulama-ulama kita yang soleh sepanjang zaman akan terdapat pada setiap hal itu akan terbentuk pikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang alam jagad, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan manusia dan akhlak…..selain itu orang yang mengkaji islam pada berbagai subernya….. akan keluar dengan pikiran-pikiran universal dan terpadu tentang filsafat wujud, filsafat pengetahuan, dan filsafah nilai. Inilah yang diperlukan pendidik dalam membina pendidikan yang sebaik-baiknya.”[5]
Menurut Syaibany ini mengingatkan kita, bahwa pada pengertian global ajaran islam telah memberikan konsep dasar filosofis, berkaitan dengan unsur pendidikan secara umum (tataran paidagogis). Kemudian dari konsep dasar itu itulah pada ahli atau pemikiran mengembangkannya dari ide-ide dan tekhnis spesipik terkait dengan cara-cara mendidik, starategi belajar – mengajar, dan sebagainya dengan lebih prosedural berdasarkan tatanan didaktik-metodik.
Satu dari sekian luas kajian dalam ruang lingkup pendidikan islam adalah aspek metodeloginya. Dalam metodelogi pendidikan antaralain membahs tentang metode (cara), usaha, pendekatan, tekhnik, dan starategi yang dapat digunakan untuk mencapai semua tujuan-tujuan yang ingin diraih dalam kegiatan pendidikan Islam.
B.     Metode dalam Pendidikan Islam
Metode dalam pendidikan islam (Umum dan Agama Islam) mempunyai peranan penting dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang diciptakan bersama. Karena itu metode menjadi sebuah sarana yang bermakna dalam menyajikan pelajaran, sehingga dapat membantu siswa memahami bahan-bahan pelajaran untuk mereka. Arifin Muzayin[6] mengingatkan, bahwa tanpa metode suatu materi pelajaran tidak akan dapat memproses secara efisien dan efektik dalam pendidikan.
Ada tiga pendekatan dalam kajian pendidikan yaitu pendekatan historis, filosofis, dan sosiologis. Pendekatan historis adalah pendekatan keilmuan dengan sejarah. Pendidikan ini di komparasikan dengan fakta yang terjadi dan berkembang dalam waktu dan tempat-tempat tertentu un tuk mengetahui persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan[7] pendekatan filosofis adalah pendekatan yang berhubungan dengan kehidupan sosial[8] ketiga pendekatan ini sangat berguna untuk mempelajari data yang relevan dengan permasalahan pendidikan.
Ada beberapa metode dalam melaksanakan pendidikan islam, setidaknya ada 15 metode, yaitu : ceramah, tanya jawab, mengambil pelajaran, mengkongkritkan masalah, penugasan, peragaan, diskusi, mmemberi perumpamaan, kunjungan ilmiah, korespondensi, hafalan, memberi pemahaman, memberikan pengalaman, mempermudah, dan mengembirakan.[9] Arifin Muzain, membagi metode-metode pendidikan Islam menjadi 16 macam, yaitu : berfikir, induktif deduktif, praktik, jihad, situasional, kelompok, intruksional, cerita, bimbingan, dan penyuluhan, pemberian contoh dan teladan, diskusi, soal-jawab, imstal, khitbah, targhib dan tarhieb, dan acquistion selaf education, serta taubat dan ampunan.[10]
Dari dua teori diatas tampaknya metode-metode pendidikan islam cukup banyak, namun dalam keragaman metode tersebut antara yang satu dengan yang lainnya memiliki kesamaan. Jika dikombinasikan berdasarkan dua teori diatas, maka metode-metode pendidikan Islam dan dibagi kedalam 11 macam, sesuai dengan metode-metode tersebut adalah :
Metode ceramah adalah cara penyampaian materi pendidikan melalui komunikasi satu arah yaitu dari pendidik kepada peserta didik (one way traffic comunication). Metode ini agak identik dengan tausiyah (memberi nasihat), dan khutbah.
Metode soal jawab adalah dengan cara, satu pihak memberikan pertanyaan sementara piahak lainnya memberikan jawaban. Dalam pengajaran, guru dan atau peserta didik dapat memberikan pertanyaan ataupun jawaban.
Metode I’tibar adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara mengambil pelajaran, hikmah, dan pengartian dari sebuah peristiwa dan atau kisah yang terjadi. Biasanya metode ini terkait dengan penyampaian metode Cerita atau Ceramah.
Metode Resitasi adalah metode pendidikan dengan pemberian tugas. Biasanya metode ini terdiri dari tugas individu dan kerja kelompok. Metode ini dimaksudkan agar proses mengetahui dan memahami ilmu pengetahuan lebih efektif.
Metode diskusi adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran, pendapat dengan menetapkan pengertian dan sikap terhadap suatu masalah. Dengan metode ini peserta didik akan mencapai titik kebenaran.
Metode tamsiliyah adalah cara memberikan perumpamaan kepada yang lebih faktual. Pendidikan dengan metode ini dapat memberikan pelajaran-pelajaran berharga dari perumpamaan-perumpamaan kepada peserta didik.
Metode mukatabah adalah pendidikan dengan cara korespondensi atau membuat surat-menyurat dalam berbagai tema (bahan pelajaran). Dengan metode ini hasil pengajaran yang disampaikan oleh pendidik akan lebih berkesan dan terkumpul dalam tulisan.
Metode tafhim adalah pendidikan dengan cara memahami apa-apa yang telah diperoleh dari belajar sendiri atau dengan  guru pendidik. Dengan metode ini peserta didik dituntut untuk lebih aktif mendapatkan makna secara mendalam terhadap bahan yang diterimanya.
Metode cerita adalah pendidikan dengan membacakan sebuah cerita yang mengandung pelajaran baik. Dengan metode ini peserta didik dapat menyimak kisah-kisah yang diceritakan oleh guru, kemudian mengambil pelajaran dari cerita tersebut.
Metode pemberitahuan contoh dan tauladan adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan contoh-contoh yang baik (uswahtun al-hasanah) berupa prilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak. Contoh tauladan ini merupakan pendidikan yang mengandung nilai paradadogis tinggi bagi peserta didik.
Metode aquistion atau self education adalah metode pendidikan diri sendiri. Pendidikan dengan metode Self Education dilakukan dengan memberikan dorongan agar peserta didik dapat belajar dan membina diri mereka sendiri, setelah itu barulah dapat membina orang lainnya.
Berdasarkan dari penjelasan diatas jelaslah bahwa pentingnya metode dalam pendidikan. Karena dalam melakukan kegiatan belajar mengajar seorang guru menjalankan metode pembelajaran yang beraneka ragam akan membuat sarana kelas menjadi baik dan kelangsungan pembelajaran menjadi nyaman. Khususnya dalam pendidikan Islam
C.    Pendekatan Dalam Pendidikan Islam
Pendekatan berarti proses, perbuatan, dan cara mendekati.[11] Dari pengertian ini pendekatan pendidikan' dapat diartikan sebagai suatu proses, perbuatan, dan cara mendekati dan mempermudah pelaksanaan pendidikan. Jika dalam kegiatan pendidikan, metode berfungsi sebagai cara mendidik, maka pendekatatan berfungsi sebagai alat bantu agar penggunaan metode tersebut mengalami kemudahan dan keberhasilan. Selain metode-metode memiliki peranan penting dalam kegiatan pendidikan Islam, pendekatan-pendekatan juga menempati posisi yang berarti pula untuk memantapkan penggunaan metode-metode tersebut dalam proses pendidikan, terutama proses belajar mengajar.
Pendekatan pendidikan Islam yang seharusnya dipahami dan dikembangkan oleh para pendidik adalah meliputi:
1.      Pendekatan Psikologis. Yang tekanannya diutamakan pada dorongan-dorongan yang bersifat persuasif dan motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu menggerakan daya kognitif (mencipta hal-hal baru), konatif (daya untuk berkemauan keras), dan afektif (kemampuan yang menggerakkan daya emosional). Ketiga daya psikis tersebut dikembangkan dalam ruang lingkup penghayatan dan pengamalan ajaran agama di mana faktor-faktor pembentukan kepribadian yang berproses melalui individualisasi dan sosialisasi bagi hidup dan kehidupannya menjadi titik sentral perkembangannya.
2.      Pendekatan sosial-kultural: yang ditekankan pada usaha pengembangan sikap pribadi dan sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat, yang berorientasi kepada kebutuhan hidup yang semakin maju dalam berbudaya dan berperadaban. Hal ini banyak menyentuh permasalahan-permasalahan inovasi ke arah sikap hidup yang alloplastis (bersifat membentuk lingkungan sesuai dengan ide kebudayaan modern yang dimilikinya), bukannya bersifat auto plastis (hanya sekedar menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada)
3.      Pendekatan Religik. Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan (aqidah) dan keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung ke arah komprehensif intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas). Pandangan yang demikian, terpancar dari sikap bahwa segala, ilmu pengetahuan itu pada hakikatnya adalah mengandung nilai-nilai ke-Tuhanan. Sikap yang demikian harus di internalisasikan (dibentuk dalam pribadi) dan di eksternalisasikan (dibentuk dalam kehidupan di luar diri pribadinya.
4.      Pendekatan historis, yang ditekankan pada usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan. Dalam hubungan ini penyajian serta faktor waktu secara kronologis menjadi titik tolak yang dipertimbangkan dan demikian pula faktor keteladanan merupakan proses identifikasi dalam rangka mendorong penghayatan dan pengamalan agama.
5.      Pendekatan komparatif. Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan suatu gejala sosial keagamaan dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan siatuasi dan zamannya. Pendekatan komparatif ini sering diwujudkan dalam bentuk komparatif  studi, baik di bidang hukum agama maupun j uga antara hukum agama itu sendiri dengan hukum lain yang berjalan, seperti hukum adat, hukum pidana/perdata, dan lain-lain.
6.      Pendekatan filosofis. Yaitu pendekatan yang berdasarkan tinjauan atau pandangan falsafah. Pendekatan demikian cenderung kepada usaha mencapai kebenaran dengan memakai akal atau rasio. Pendekatan filosofis sering dipergunakan sekaligus dengan pola berpikir yang rasional dan membandingkan dengan pendapat-pendapat para ahli filsafat dari berbagai kurun zaman tertentu beserta aliran filsafatnya.
Pendekatan dalam pendidikan Islam merupakan suatu cara untuk mempermudah dalam kelangsungan belajar mengajar. Sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan dan lebih bisa menunjukkan keberhasilan pendidikan anak didik yang berdasarkan Skill yang dimilikinya.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan Islam merupakan usaha dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menyampaikan sebuah agama, dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan dan berbuat, menciptakan kepribadian Muslim.
Dalam rangka membentuk itu semua, untuk mengajukan pendidikan Islam yang ada, misalnya dalam perkembangan kemajauan intelektual pendidikan.
Metode dan pendekatan yang di jalankan dalam pendidikan islam merupakan suatu cara alat untuk lebih meningkatkan tarap kemampuan dan keintelektualan bagi peserta didik.
Dalam hal ini semua, metode dan pendekatan dalam pendidikan Islam yaitu Usaha, jalan untuk meningkatkan Serius dalam diri Muslim itu sendiri. Dan kemajuan akhlak yang ada bagi peserta didik.
B.     Saran
Dari makalah yang saya buat semoga akan menjadikan manfaat bagi kita semua. Namun, penulis menyadari dari pembuatan makalah ini banyak sekali kesalahan baik dari tulisan maupun kata-katanya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaibani, Omar Muhammad Al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan  Bintang, 1979
Ali, A. Mukti. Metodologi penelitian Agama; sebuah pengantar, taudik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed), Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 1989
Arifin, Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi Aksara. 1991.
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam (Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium baru) Ciputat: Logos, 2000
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Marimba. Ahmad D. Filsafat Pendidikan Islam: Bumi Aksara, 1976

FILSAFAT ILMU

MAKALAH FILSAFAT ILMU “KAITAN PENALARAN LOGIKA DAN KEBENARAN”


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Penalaran
               Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan1.
      Adapun ciri-ciri penalaran :
1.      adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Maksudnya penalaran merupakan suatu proses berpikir logis dalam artian kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau logika tertentu.
2.      bersifat analitik dari proses berpikirnya. Artinya penalran merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah.
               Berdasarkan ciri-ciri di atas, maka dapat kita katakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analitik. Atau dapat disimpulkan cara berpikir yang tidak termasuk penalaran bersifat tidak logis dan tidak analitik. Dengan demikian maka kita dapat membedakan secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan berdasarkan penalaran.
               Perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran, kegiatan berpikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran umpamanya adalah intuisi.
               Intuisi disni dapat diartikan suatu kegiatan berpikir dan yang non analitik yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola pikir masyarakat non analitik, yang kemudian sering bergalau dengan perasaan. Jadi secara luas dapat kita katakan bahwa cara berpikir masyarakat dapat di kategorikan kepada cara berpikir
 

      1.  Jujun .S. . Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer.2007 : hal 42
      analitik yang berupa penalaran dan cara berpikir yang nonanalitik yang berupa intuisi perasaan.
B.  Logika
               Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajarai segenap asas, aturan, dan tata cara penalaran yang betul (corret reasoning)2. agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dikatakan suatu cara tertentu. Cara itu disebut logika. Dimana logika dapat didefinisikan pengkajian untuk berpikir secara shahih.
      Ada dua macam logika diantaranya :
      1.   Logika Induktif
                  Logika induktif yaitu penarikan kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus.
            Contoh :
                        Kambing mempunyai mata
                        Gajah mempunyai mata
                        Kucing mempunyai mata
                        Burung mempunyai mata
               Dari kenyataan-kenyataan ini dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni ”semua binatang itu mempunyai mata”.
      2.   Logika Deduktif
                  Logika deduktif adalah cara berpikir dimana penarikan kesimpulan yang bersifat khusus dari kasus yang bersifat umum.
            Contoh :
                        Semua logam dipanasi memuai
        2.  The Liang Gie.Pengantar Filsafat Ilmu.2000 : hal 21
                        Seng termasuk logam
                        Jadi seng dipanasi pasti memuai
               Dalam contoh tersebut “semua logam dipanasi memuai” adalah pernyataan yang bersifat umum, dan kesimpulannya seng dipanasi pasti memuai.
               Baik logika induktif dan logika deduktif, dalam proses penalrannya mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggap benar. Adapun cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar itu adalah berdasrkan rasio dan pengalaman. Kaum yang mengembangkan rasio dikenal dengan nama kaum rasionalisme, sedangkan mereka yang mengembangkan pengalaman disebut dengan empirisme.
               Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Pengalaman tidak membuahkan prinsip dan justru sebaliknya, hanya dengan pengetahuan prisip yang dapat dilewat penalaran rasional itulah maka kita dapat mengerti kejadian. Kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita.
               Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan di dapat lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang kongkrit. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah kongkrit dan dapat dinyatakan lewat tanggapan panca indera manusia sebagai contoh langit mendung diikuti dengan turunnya hujan.
C.  Kebenaran
               Kebenaran dalam bahasa inggris (truth), bahasa latin (veritas), dan bahasa yunani (alethia) lawan dari kesalahan, kesesatan, kepalsuan dan juga kadang opini.
               Carneades, filsuf Budhis, Nagar Juna mengemukakan bahwa kebenaran mempunyai 2 aspek yang pertama empiris dan merupakan tampakan semata sedangkan yang lain disebut absolut dan mengatasi akal budi3.
               Jujun .S. Suria Sumanti (2007) menyatakan suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
               Bertand Russell (1872-1970) mengunkapkam bahwa suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespinden (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
      a).  Jenis-jenis kebenaran
                        Menurut A.M.W. Pranarka (1987) kebenaran dibagi dalam tiga jenis :
               1).  Kebenaran epistemoloogi adalah pengetahuan kebenaran dalam hubungannya dengan manusia. Kadang-kadang disebut dengan istilah veritas (Ognitionis ataupun veritas logica).
               2)   Kebenaran ontologikal adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada ataupun diadakan, atau bisa disebut juga kebenaran sebagai sifat dasar yang ada didalam obyek pengetahuan itu sendiri.
               3).  Kebenaran semantikal adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran ini juga disebut kebenaran moral (veritas moral).
      b).  Sifat sifat kebenaran
               Menurut    Abbas   Hamani   Mintaredja   (1983)   kata   ”kebenaran”   dapat
        3.  Bagus Lorens. Kamus Filsafat 2005
      digunakan sebagai suatu kata benda yang kongkrit maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi maksudnya maka yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Jika subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan niali. Hal yang demikian karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan dan nilai itu sendiri.
      Ciri-ciri kebenaran secara ilmiah:
  1.koresponden yaitu berhubungan antara teori dan fakta
  2.koheren yaitu adanya hubungan antara pernyataan baru dan pernyataan yang sudah       ada.
  3.pragmatis yaitu benar apa bila bermamfaat
  4.performatis yaitu benar apa bila pernyataan itu bias menampilkan realitas yang baru
   5.struktural paradigma yaitu kebenaran structural yang direkonstruksi secara rasional menjadi suatu paradigma.misalnya kebenaran menurut agama islam adalah  kebenaran yang mutlak.
DAFTAR PUSTAKA
Suria, Sumantri . 2005 . Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer . Jakarta : Surya Multi Grafika.
Muhadjir, Noeng . 2001 . Filsafat Ilmu . Yogyakarata : Rakesarasain.
Gie, The Liang . 2000 . Pengantar Filsafat Ilmu . Yogyakarta . Liberty Yogyakarta.
Bagus, Lorens . 2005 . Kamus Filsafat . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka utama

Makalah Pendidikan Islam



Makalah Akhlak


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................        i
KATA PENGANTAR.............................................................................        ii
DAFTAR ISI...........................................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang.............................................................................        1
  2. Rumusan Masalah .......................................................................        1
  3. Tujuan .........................................................................................        1
BAB II PEMBAHASAN
  1. Pengertian Akhlak .......................................................................        2
  2. Pendidikan Islam .........................................................................        8
  3. Akhlak dalam Pandangan Islam ..................................................        13
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan  ................................................................................        15
  2. Kritik dan Saran...........................................................................        15
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
Asslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji serta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Filsafat Pendidikan Islam yang berjudul “Pandangan Islam Terhadap Akhlak”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik mengenai materi maupun sistematika penulisan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan penulis sendiri. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal penelitian di masa yang akan datang.
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Panyabungan,   Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, atau hubungan personal, interpesonal dan masyarakat secara Agung dan Luhur, tidak ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian, yang mengikat semua aspek manusia. Karena islam yang berakar pada kata “salima” dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu sifatnya fitnah, kedamaian, akan hadir, jika manusia itu sendiri menggunakan dorongan diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan memposisikan dirinya sebagai mahluk ciptaan tuhan yang bukan saja unik tapi juga sempurna. Namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan, seiring fitnah, maka janji tuhan azab dan keinahan akan datang. Tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki ahlak. Jika seseorang sudah memahami ahlak maka akan menghasilkan kebiasaan hidup yang baik.   
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagai mana pengertian akhlak ?
2.      Seperti apa akhlak dalam pendidikan islam ?
3.      Bagaimana pandangan islam terhadap akhlak ? 
C.    Tujuan
Adapun tujuan penulis dala makalah adalah untuk mengetahui lebih jauh seperti apa pandangan islam terhadap akhlak dan makalah dan makalah ini disusun untuk mmenuhi tugas mata kuliah filsafat pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlah
Akhlak (Ar.: al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama). Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah[1]. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut :


Atrinya 
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-Qalam, 68 :4)[2]
Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.
Ulamah akhlak brbeda pendapat tentang apa kah akhlak yang lahir dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.
Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.
Ukuran Baik dan Bururk. Ulama berbeda pendapat tentang ukuran baik dan buruk akhlak. Mereka terbagi menjadi tiga golongan
Golongan pertama, Muktazilah (aliran teologi islam rasional dan liberal pada abad ke-8, didirikan oleh wasil bin ata [80 H/699 M-131 H/748 M]), berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk akhlak adalah esensinya. Untuk ini mereka membagi akhlak yang menuntut esensinya adalah buruk dan Allah SWT pasti melarangnya, seperti besikap jujur dan adil. Ada akhlak yang menurut esensinya bisa baik dan buruk, seperti membunuh.
Golongan kedua. Maturidiah (aliran yang didirikan oleh abu Abu Mansur Muhammad al-maturidi [w. 333H/944 M]) dan mashab *Hanafi, sependapatdengan golongan Muktazilah. Hanya saja mereka, berbeda pendapat tentang tanggung jawab terhadap akhlak tersebut. Menurut mereka, akal tidak dapat menetapkan kewajiban, yang menetapkan kewajiban adalah syarak. Manusia akan dimintai pertanggung jawaban hanya atas dasar kesadaran etisnya yang diperoleh melalui syarak.
Golonga ketiga, Asy’ariyah (aliran yang didirikan oleh Abu Hasan Ali bin Ismailal-Asy-ari [260H/873 M-324 H/935 M]) dan jumlah ulamah usul fikih, berpendapat bahwa baik dan buruk akhlak ditentukan olej syarak. Apa yang diperintahkan adalah baik dan yang dilarangnya adalah baik dan apa yang dilrangnnya adalah buru. Manusia akan dimintai pertanggung jawaban diperoleh melalui syarak.
Al-Quran meberi kebebasan kepada manusia untuk memilih bertingkah laku baik atau buruk sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia dan diminta pertanggung jawabannya diakherat atas segalah tingkah lakunya[3]. Allah SWT berfirman.

Artunya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa) : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
 (Q.S Al Baqarah 2 : 286[4])
Sumber Akhlak. Akhlak orang muslim merujuk pada dua sumber utama pada ajaran islam. Sumber pertama diterangkan oleh *Aisyah binti Abu Bakar ketika ditanya para sahabat tentang akhlak Rasulullah SAW Aisyah berkata adalah : “Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Quran”(H.R Ahmad bin Hanban). Adapun sumber kedua adalah keteladanan yang dicontohkan oelh Rasulullah SAW kepada umatnya, sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya.  
 
Artinya :
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. : (Q.S Al-Ahzab. 33 : 21)[5]. 
Sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dab terhadap lingkungannya.
Akhlah terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.
a.       Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.
b.      Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
c.       Berbaik sangka kepada Allah SWT
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
a.       Akhlak terhadap Oran Tua diantaranya sebagai berikut :
1.      Memelihara keridaan orang tua
2.      Berbakti kepada orang tua
3.      Memelihara etika pergaulan kepada orang tua
b.      Akhlak terhadap kaum kerabat. Akhlak yang paling utama terhadap kaum kerabat ialah mengadakan hubungan silaturahmi dan berbuat ihsan (baik) terhadap mereka, seperti mencintai mereka serta turut merasakan suka dan duka mereka. Diatara ayat-ayat yang berbicara tentang akhlak ini ialah surah an-Nisa (4) ayat 1 dan 36, surah ar-ra’d (13) ayat 25, surah al-israh (17) ayat 26, dan surah Muhammad (47) ayat 22. Diantara hadist Nabi SAW yang berbicara tentang akhlak ini ialah “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirmaka hendaklah ia mengadakana hubungan silaturrahmi” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
c.       Akhlak terhadap tantangan. Diantara akhlak seseorang terhadap tantangannya ialah sebagai berikut.
1.      Tidak menyakiti tetangganya. Baik dengan perbuatan maupun denga perkataan
2.      Berbuat ihsan (kebaikan) kepada tentangga diataranya ialah melakukan *takziah ketika tetangganya mendapatkan musibah, melakukan *tahnia ketika tetanggany mendapat kegembiraan, menjenguknya ketika sakit, menolongnya ketika dimintai tolong.
Ahklah terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa.  
Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti manusia juga. Al-Quran menggambarkan : “dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S. 6:38). Oleh sebab itu menurut Al-Qurtubi, makluk-mahluk itu tidak boleh diperlukan secara aniayah[6].
Allah SWT menciptakan Ala mini dengan tujuan yang benar, sesuai dengan firman-Nya. (Q.S. Al-Ahqaaf. 46:3)[7].
Artinya :
Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.
M. Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam memanfaatkan alam manusia tidak hanya dituntut untuk tidak bersikap angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, tetapi juga dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah SWT, pemilik ala mini. Manusia ditutntu tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompok saja tetapi juga kemaslahatan semua pihak. Dengan demikian, manusia diperintahkan bukan untuk mencari kemenagan, tetapi keselarasan dengan alam.
Kitab Tentang Akhlak. Disamping petunjuk tentang akhlak dalam bentuk perbuatan seperti dikemukakan diatas, didalam islam terdapat juga petunjuk untuk memiliki perangai seperti sabar, ramah, ikhlas, pemaaf, jujur,dan kasih sayan, serta petunjuk untuk menghindari perangai yang buruk sepertipemarah, pendendam, dan berdusta.
Pembahasan tentang petunjuk-petunjuk tersebut banyak dimuat dalam kitab tasawuf dan akhlak antara lain sebagai berikut.
1.      Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah (risalah karya Qusyairi). Karya Abu Qasim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al-Qusyairi (376 H/986 M-465 H/1074 M). kitab ini membahas antara lain tingkah laku, prinsif dan sifat sufi, serta kode etika para pelajar.
2.      Ihya Ulum Ad-Din  (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), karya Imam al-gazali. Kitab yang terdiri atas 4 jilid ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama mengupas masalah ibadah dengan segala rahasianya. Bagian kedua membahas masalah adat dan muamalah. Bagian ketiga menyajikan hal-hal yang dapat merusak diri, termasuk akhlak-akhlak tercela. Bagian keempat menguraikan hal-hal yang menyelamatkan manusia dalam berbagai kerusakan, termasuk akhlak terpuji.
3.      Al-Azkar (Zikir-zikir), karya imam an-Nawawi, kitab ini berkumpulan hadist dan doa tentang aktivitas sehari-hari, latihan rohani, etika umum, dan lain-lain yang mempererat hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya.
4.      Al-Akhlaq al-Islamiyyah wa Ususuha (Akhlak Islamdan dasar-dasarnya). Karya Ayekh Abdurrahman Hasan Habnakah al-Maidani (ahli ilmu akhlak konteporer asal Suriah). Materinya antara lain dasarnya akhlak yang digalidari Al-Quran dan hadis petunjuk praktis penerapan akhlak, dan pendidikan akhlak[8].        
B.     Pendidikan Islam
Pendidikan islamadalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan ajaran islam atau suatu upaya dengan ajaran islam memiliki nilai-nilai islam serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai islam.
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan keperibadian tentunya pendidikan islam memerlukan landasan kerja untuk member arah bagi programnya sebab dengan adanya dasar juga berfungsi sebagai sumber semua peraturan yang akan diciptakan sebagai pegangan lengah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah menentukan arah usaha sersebut.
Urutan prioritas pendidikan islam dalam upayah pembentukan kepribadian muslim, sebagaimana di ilustrasikan berturut-turut dalam al-quran surat Lugman mulai ayat 3 dan seterusnya adalah[9].   
1.      Pendidikan keimanan kepada Allah SWT
 
Artinya :
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Luqman ayat 13)[10].
Pendidikan yang pertama dan utama untuk dilakukan adalah pembentuka keyakinan kepada Allah yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian.
2.      Pendidikan Akhlaqul Karimah
Sejalan dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka diperlukan juga usaha membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah merupakan modal bagi setiap orang dalam menghadapi pergaulan antar sesamanya.
Akhlak termasuk diantara makana yang terpenting dalam hidup ini tingkatnya berada sesudah keimanan atau kepercayaan kepada Allah, Malaikatnya, Rasul-rasulnya, hari akhir yang terkandang hasyar, hisab, balasan akhirat dan qada dan qadar Allah. Apabila beriman kepada Allah dan beribadah kepadanya pertama-tama berkaitan rapat antar hubungan hamba dan Tuhannya, maka akhlak pertama sekali berkaitan dengan hubungan Muamalah Manusia dan orang-orang lain, baik secara individu maupun kolektif. Tetapi perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya, tetapi melebihi itu, juga mengatur hubungan manusia dengan segalah yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini malah melampawi itu yaitu mengatur hubungan antar hamba denga Tuhannya[11].

Artinya :
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman 18)[12].
Selanjutnya, tentang pendidikan (Pendidikan Islam) Al-Quran, antra lain berbicara mengenai : karakteristik sejarah dan medan pendidikan. 
1.      Karakteristik Pendidikan Islam
Pendidikan islam bukannya hanya pendidikan akhlak aqiqah dan ibadah saja, melaikan lebih luas, yakni :
a.       Pendidikan Islam mencakup seluruh aspek manusia
b.      Pendidikan Islam mencakup kepentingan hidup dunia dan akhirat.
c.       Pendidikan Islam berlangsung terus-menerus sejak masih dalam kandungan ibu sampai masuk liang lahat, setiap orang selalu terlebit dalam proses pendidikan baik sebagai terdidik maupun pendidik.
d.      Sistem Pendidikan islam menuju keselarasan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Segi-segi pendidikan islam diatas pada satu perinsip :
Al-Quran dan pendidikan islam mempelihara dan memperhatikan Fitnah Manusia, pada islam sengaja direncanakan oleh Allah intik selaras, relevan dan sesuai dengan fitnah tersebut. Sehingga dikatakan bahwa fungsi pendidikan menurut Al-Quran adalah : usaha dan upaya manusiakan manusia. Dan oleh karena itu fitnah manusia itu selalu cendrung kepada Al-Haq atau Al-Islam, maka pendidikan menurut Al-Quran adalah menuju terbentuknya pribadi Muslim Paripurna. (Ali Khalil Abu Al-Ainain, 1980 : 147-148)
2.      Sasaran Pendidikan Islam
Dari segi salah satu esensi penting pendidikan yakni pertumbuhan dan perkembangan, maka sasaran pendidikan merupakan persoalan asasi dan menyangkut masalah ini dan nilai Qurani terdiri atas dua tingkat :
a.       Nilai-nilai Rohaniah, berupa “Imam” (Tauhid), yakni merupakan motivasi dasar dari seluruh aktivasi manusia, melahirkan keikhlasan.
b.      Nilai-nilai pengabdian (Ubudiyah) terdiri dari nilai-nilai moral (Akhlak), nilai individu , nilai-nilai social (Masyarakat)
3.      Medan Pendidikan Islam
Menurut ajaran Islam, medan pendidikan adalah :
a.       Pendidikan Jasmani
b.      Pendidikan Rasio
c.       Pendidikan Aqidah
d.      Pendidikan moral (Akhlak)
e.       Pendidikan Kreatifitas
f.       Pendidikan Seni
g.      Pendidikan Sosial
Islam menilai Pendidikan Jasmani sebagai cukup penting karena jasmani manusia ikut member adil dalam upaya penuaian, tugas hidup manusia pendidikan rasio, tidak hanya bermaksud agar manusia maupun berfikir saja, melainkan lebih dari, dengan kemampuan berfikir manusia akan lebih baik dalam mengenal dan selanjutnya mengabdikan dirinya kepada khaliqnya arah pendidikan kreatifitas adalah agar manusia mampu mengajarkan akhlak kepada dirinya sendirinya. Sedangkan pendidikan (Terbentuknya manusia pengabdi yang Shalih), juga dalam rangka pencapaian sasaran pendidikan sosial amat penting artinya bagi penuaian tugas ibadah dalam dimensi sosial[13].    
Adapun tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (Al-karimah1979).
Misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (Al-Syaibany, 1979)
Dan tujuan tersebut sama dan sebangun dengan target yang terkandung dalam tugas kenabian, yang diemban oleh Rasul Allah SAW. Yang terungkap dalam pernyataan beliau : “sesungguhnya aku diutus adalah untuk membimbing mausia mencapai akhlak yang mulia” (Al-Hadist) faktor kemulian akhlak dalam pendidikan islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang menurut pandangan islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera dudunia dan kehidupan akherat.
Dua sasaran pokok yang akan oleh pendidikan islam tadi, kebahagian dunia dan kesejahteraan akhir, memuat sisi-sisi penting. Dan bagian ini dipandang sebagai nilai lebih dari pendidikan islam disbanding dengan pendidikan non islam. Nilai lebih tersebut terlihat bahwa pendidikan islam dirancang agar dapat merangkum tujuan hidup manusia sebagai mahluk ciptaan tuhan yang pada hakikatnya tunduk pada hakikat penciptaanya.  
1.      Tujuan Pendidikan islam itu bersifat fitnah yaitu membimbing perkembangan manusia sejalan dengan fitnah kejadiannya.
2.      Tujuan pendidikan islam menentang dua dimensi yaitu tujuan akhir bagi keselamatan hidup didunia dan diakhirat.  
Prof. Mohammad athiyan Al-Brosyi dalam kejadiannya tentang pendidikan islam telah menyimpulkan 5 (Lima) tujuan yang asasi bagian pendidikan islam yang diuraikan dalam “At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa-Falsafatuha”. Yaitu :
1.      Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
2.      Persiapan untuk kehidupan dunia dan diakhirat[14].
Dalam kaitannya dengan evaluasi pendidikan islam telah menggariskan tolak ukur yang serasi dengan tujuan pendidikan. Baik tujuan jangka pendek, yaitu membimbing manusia agar hidup selamat didunia maupun tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan hidup akhirat nanti. Kedua tujuan tersebut menyatu dalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak yang mulia terlihat dalam penampilan sikap pengabdiannya kepada Allah SWT dan kepada lingkungannya bauk kepada sesama manusia, maupun terhadap kepada alam sekitarnya. Oleh karena itu dalam pendidikan islam evaluasi lebih ditekankan pada penguasa sikap (aspek efektif) ketimbang pengetahuan (aspek kognitif).
Akhlak yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam, nilai-nilai akhlak sebagai bagian yang seharusnya dijadikan landasan bagian sistem pendidikan islam, hingga dalam pelaksanaan seseorang muslim maupun menempatkan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi dan untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan menghindarkan segala bentuk perbuatan yang mengarah kepada kerusakan[15].
C.    Akhlak Dalam Pandangan Islam
Untuk menyempurnakan rangkaian pembahasan ini, ada satu topik penting yang banyak dibicarakan orang dan pengaruhnya cukup besar dalam kehidupan masyarakat ataupun individu. Topik tersebut adalah tentang akhlak dalam pandangan islam. 
Seperti telah diketahui agama islam mengatur hubungan manusia dengan penciptanya hubungan manusia dengan dirinya serta hubungan manusia dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan penciptanya dalam masalah akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya diatur dengan hukum akhlak, makanan dan minuman, serta pakaian, selain itu hubungan manusia dengan sesamanya, diatur dengan hukum muamalah dan uqubat.
Islam telah memecahkan persoalan hidup manusia secara menyeluruh dengan menitik beratkan perhatian kepada umat manusia serta integal, tidak terbagi-bagi dengan demikian, kita melihat islam menjelaskan persoalan dengan metode yang sama yaitu membangun semua solusi persoalan tersebut diatas dasar akidah, yaitu asas rohani tentang kesadaran manusia akan hubungan dengan Allah kemudian dijadikan asa peradapan islam asas syarat islam dan asas negara.
Masyarakat tegak dengan peraturan-peraturan hidup serta dipengaruhi oleh perasaan dan pemikiran yang merupakan kebiasaan umum, hasil dari pemahaman hidup yang dapat menggerakan masyarakat. Karena itu, yang menggerakkan masyarakat.bukanlah akhlak melainkan peraturan-peraturan yang diterapkan ditengah masyarakat, pemikiran-pemikiran dan perasaan yang ada pada masyarakat[16]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengerian akhlak Al-akhlak, jamak dari al-khulg yaitu kebiasaan, perangai, tabiat dan agama, akhlak juga dikatakan tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak berbuat-buat dan telah menjadi kebiasaan adapun sasaran akhlak dalam islam secara garis besar akhlak manusia mencakup tiga sasaran yaitu akhlak terhadap Allah SWT. Akhlak terhadap sasaran manusia.
Akhlak terhadap lingkungan didalam pembentukan akhlak perlu adanya pendidikan islam yang mengarahkan akhlak tersebut, karena didlam tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak al-karinah (al-syaibany 1979) faktor kemuliaan akhlak kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang menurut pandangan islam berfungsi menyiapkan manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera didunia dan diakhirat. Akhlak yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam.
B.     Kritik dan Saran
Apabila didalam penulis makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan maohon dimaafkan, penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca demi perbaikan makalah ini dan kmi ucapkan terima kasih.
DAFTAR FUSTAKA
Dahlan, Adul Aziz. 1996. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
Dra. Zuhairi. Dkk. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.  
Drs. M.s. Khalil, MA. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Pasuruan Jawa Timur : PT. Garoeda Buana Indah.  
Drs. Usman Said dan Dr. Jalaludin. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Al-Qur’an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Jakarta : CV Toha Putra Semarang.